Kisah Gajah Mada dari Kecil Sampai Berhasil Membawa Kejayaan Wilwatikta

Spread the love

Ngimbang Lamongan – Setelah mengebumikan Ratu Tribuaneswari dan abdi kinasihnya, Ki Gede Sidowayah menamakan bukit ini GUNUNG RATU Mahkota Ratu yang ditemukan dan Gadjah Mada kecil dibawa pulang oleb KI Sede Sidewayah ke Modo dan Gadjah Mada diserahkan kepada saudara perempuannya yang bernama Nyai Pradah (Dukun Bayi) yang berada di Desa Yungyang untuk diasuhnya sampal dewasa.

Ki Gade Sidewayah menyimpan mahkota ratu tersebut sambil menunggu Gadjah Mada dewasa, Pada tahun 1311 M, terjadi pemberontakan pertama yang dipimpin oleh Ronggolawe.

Pada saat Itu Gadjah Mada berada di kawasan Mode dan Melihat pemberontakan Ronggolawe, Gadjah Mada merasa terpanggil untuk ikut serta membela Wilwatikta Saat Gadjah Mada sudah mulai dewasa, dia meninggalkan Modo untuk bergabung dengan dengan pasukan Wilwatikta menjadi seorang prajurit.

Setelah Jayanegara diangkat menjadi Raja Wilwatikta banyak terjadi pemberontakan.

Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa Jayanegara tidak layak memimpin karena keturunan dari Putri Boyongan yang mana Putri Boyongan adalah urutan istri paling akhir (Permatsuri, Selir, Garwa Ampeyan dan Putri Hoyongan), dan juga bukan dari Trah Singosari.

Di Ujung Usianya Kembali Ke Gunung Ratu Sakit Lalu Meninggal dan Dikebumikan dibukit Belakang Gunung Ratu

Pada tahun 1314 M, kembali terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Lembu Sora saat itu Gadjah Mada masih menjadi seorang prajurit.

Pada tahun 1319 M, terjadi pemberontakan lagi yang dipimpin oleh Nambi, Gadjah Mada menjabat sebagai Patih muda di Daha Pada tahun 1324 M muncul pemberontakan yang sangat besar dipimpin oleh Rakuti, menyebabkan Raja Jayanegara harus diselamatkan dengan keluar dari Istana.

Gadjah Mada yang pada saat itu menjadi Kepala Bhayangkari, membawa Raja Jayanegara ke Jiadri di Bedander, Kabuh Jombang, tempat tinggal Raja Jiadri – kakek buyut Gadjah Mada dari jaiar Ibu Ihukan Bedander Bojonegoro), Gajah Mada kembali ke Wilwalikta dan melakukan manuver dengan elit Wilwatikta seolah-olah Raja Jayanegara sudah meninggal.

Momentum inilah yang dimanfaatkan oleh Ki Gede Sidowayah untuk menyampaikan bakti Mahkota dan barang peninggalan ibunda Gadjah Mada (yang di temukan saat pemakaman Dewi Andongsari) kepada Arya Tadas (Patih Wirwalikta) untuk memastikan mahkota tersebut sebenarnya milik siapa.

Setelah semua menjadi jelas, tidak lama setelah itu Arya Tadah menemui Gadjah Mada untuk memberi penjelasan bahwa sebenarnya Gadjah Mada adalah Putra dari Raden Wijaya dan Permaisuri Tribuaneswari, sekaligus menyerahkan kotak peninggalan Ratu Tribuaneswari sebagai bukti yang didapatkan dari Ki Gede Sidewayah.

Sejak itulah Gadjah Mada mengetahui jati dirinya melaiai Patih Arya Tadah bahwa dirinya adalah putra dari Raden Wijaya dan Permaisuri Tribuaneswari.

Sekitar talbun 1325 M (saat ilu usia Gadjah Mada sekitar 27 tahun), Gadjah Mada dan Ki Gede Sidowayah menuju Gunung Ratu untuk mengunjungi makam ibunya dengan membawa mahkota dan barang-barang lain yang merupakan peninggalan ibunya, temyata disana sudah ada pemukiman para Bangsawan Singosari, setelah mengusir Ratu Tribuaneswari Raden Wijaya menyesal dan melakukan pencarian sampai akhirnya menemukanya di Gunung Ratu dalam keadaan sudah dikebumikan, akhirnya Raden Wijaya dan keluarga besar Singosari singgah dan bermukim di Gunung Ratu).

Gadjah Mada pun melihat makam ibunya sudah dibangun sejak menjadi Prajurit Wilwatikta dengan berbagai kesibukanya, hampir 16 tahun Gadjah Mada tidak mengunjungi makan ibunya) dan Gadjah Mada tidak mengenall orang-orang tersebut Melihat Gadjah Mada membawa mahkota dan barang-barang lain peninggalan dari ibunya, keluarga Singosari mengetahui bahwa mahkota dan barang-barang tersebut adalah milik Ratu Tribuaneswari.

Kemudian orang-orang Singosari tersebut mendatangi Gadjah Mada memberikan penjelasan banyak hal dan memastikan bahwa Gadjah Mada adalah anak dari Dewi Andongsari/Ratu Trihuaneswari.

Mereka saling berpelukan dan pada saat itu juga jati diri Gadjah Mada sebagai patra Tribuaneswari dan Raden Wijaya diakui oleh kaluarga Singosari.

Momentum mengharukan tersebut membuat Gadjah Mada bertekad untuk membawa Wilwallikta menuju kejayaannya, sejak kecil Gadjah Mada sangat mengidolakan Raja Kartanegara karena Ki Gede Sidowayah banyak menceritakan kisahnya, dan kini merasa bangga ternyata Kartanegara adalah kakeknya sendiri.

INILAH YANG MENJADI TONGGAK SEJARAH KEBANGKITAN NUSANTARA menuju KEJAYAAN WILWATIKTA DARI GUNUNG RATU NGIMBANG-LAMONGAN, Gadjah Mada bertekad mewujudkan cita-cita kakeknya yang sudah mengusung konsep DWIPANTARA dan diteruskan menjadi NUSANTARA oleh Gadjah Mada.

Kemudian Gadjah Mada kembali ke Majapahit dan segera menyelesaikan semasa polemik di istana.

Setelah keadaan di Wilwalikts kondusif, Gadjah Mada ke Jiadri-Bodander, Kabuh menjemput Jayanegara untuk melanjutkan tugasnya sebagai raja.

Sedangkan Ki Gede Sidewayak tetap tinggal di Gunung Ratu, Pada tahun 1328 Raja Jayanegara meninggal akibat dibunuh oleh tabib pribadinya sendiri yaitu Ra Tanca, kepemimpinan di Wilwatlikta sempat mengalami kekosongan karena Rayatri, adik ke empat stari Ratu Tribuaneswari yang semestinya berhak menjadi Ratu malah lebih memilih menjadi pertapa karena mengetahui kisah Ratu Tribunerwart yang memprihatinkan.

Akhirnya Gayatri menunjuk putrinya Trihuana Tunggadewi, Kemunculan Tribuang Tunggadewi menjadi Ratu Wilwatikta menambah cerita polemik, karena seharusnya Gadjah Mada yang menjadi raja.

Akan tetapi Gadjah Mada menolak menjadi raja dan tetap menjadikan Tribuana Tunggadewi sebagai seorang ratu menjadi selir Raja Jayasegara, di sisi lain sama Gadian Wada jasa tidak muncul dalam catatan keluarga Wirralikts karena tercatat Ratu Tribuneswari Sudah memiliki anak.

Saat Trihuana Tunggadowi meminta Wihwaleta, Gadjah Mada menjabat sebagai Anongke Bumi Wiiwatikta dan mengucapkan sumpahnya yang dikenal sebagai Sumpah Palapa, Duet antara Tribuana Tunggadewi dan Gadjah Mada

Ini mampu membawa Wilwalkta mencapai puncak kajayaannya, Pada tahun 1350 M Tribeata Penegadel meninggal dunia, dan digantikan oleh Jaka Suruh yang kemudian bergelar Hayam Wuruk.

Momentum inilah yang dimanfaatkan Gadjah Mada mengunduran semua pejabat tinggi Witwatite untuk melakukan refleksi, bahwa kejayaan Wilwatikta yang di perjuangkanya Bersama Ratu Tribuasa Tangpadewi tidak di dapat dengan cuma-cuma, banyak darah dan air mata yang tercurah Dalam kesempatan itu juga, Gadjah Mada mengingatkan tragedi berdarah di Singasari dan terbunuhnya Raja Kartanegara beserta abdi-addi utamanya.

Gajah Mada menegaskan bahwa Wisata alat kelanjutan dari Singasari dan pada akhireya Gadjah Mada mengajak raja dan para bangsawan untuk mengendalikan kejayaan Witwatita ini kesalahan Raja Kartanegara membangun Catya untuk Raja Kartanegara dan meneruskan prasati Gadjah Mada sudah lama apalagi perjuangannya sudah membawa hati yang matakwatt, Gadjah Mads Kembali ke yangkuan tahunya di Gunung Ratu. Gadjah Mada sakit laiu meninggal pada tahun 1364 M dan di kebumikan di bukit belakang Gunung Ratu.

Cerita lengkapnya ada di buku pakem ceruta rakyat gunung Ratu, Bagi yang membutuhkan bukunya bisa menghubungi (Mbah Jumain Juru Kuncil

bagi yang membutuh narasumber/pemandu Sejarah hub (Mbah Warno 081 235 093 866).

(Ng)

About Post Author