BANJIR MENGAWALI TAHUN BARU 2020 DI JABODETABEK
Belum lama ini telah terjadi pergantian tahun 2019 ke tahun 2020, dimana awal tahun kali ini dikejutkan kejadian yang tak biasa yang berbeda dari pergantian tahun-tahun sebelumnya. Tepat pada malam rabu Posko banjir Jakarta mencatat hingga Rabu (1/1/2019) malam pukul 19.00 WIB jumlah pengungsi banjir di seluruh wilayah DKI Jakarta mencapai angka 31.232 orang yang berasal dari 158 kelurahan. pada tanggal 31 desember 2019, hujan deras menguyur beberapa wilayah yang ada di indonesia, khususnya wilayah pulau jawa. Hujan deras berlangsung cukup lama sehingga menyambut pagi awal tahun 2020 di iringi dengan banjir yang menghabiskan beberapa wilayah di jawa barat, Jabodetabek. Banjir bandang yang mengalir dari dataran tinggi kota bogor begitu besar sehingga menghabiskan ladang pertanian dan merusak bahkan merobohkan beberapa perumahan masyarakat bogor. Tidak hanya di wilayah bogor banjir yang turun dari dataran tinggi itu pun terus mengalir ke dataran rendah sehingga berlanjut pada berbagai wilayah jabodetabek.
Apa penyebab banjir tersebut? Menteri PUPR Basuki Hadimuljono memberi tanggapan atas kejadian banjir tersebut. beliau menjelaskan, “penyebab utama banjir tersebut karena curah hujan yang cukup tinggi dan panjang, yakni mencapai 377 mm”. “Sebenarnya,’’ lanjut Basuki, “dampak dari curah hujan yang cukup tinggi itu bisa ditanggulangi asalkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melaksanakan programnya dengan cepat yaitu melakukan normalisasi sungai Ciliwung. Sebab, saat ini Anies baru melakukan normalisasi sepanjang 16 kilometer (km) dari total 33 km,” demikian tanggapan dari Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Penjelasan yang dilontarkan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pun sampai pada telinga gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan beliau merespon tanggapan tersebut namun Anies justru berbeda pendapat dengan Basuki. Sebab, menurut Anies, daerah yang sudah dilakukan normalisasi seperti di Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur tetap saja mengalami banjir.
Anies menyebutkan banjir Jakarta harus diselesaikan secara lebih “nyata” dengan mengendalikan air dari daerah hulu, seperti membangun kolam-kolam pengontrol air. “Pengendalian air di kawasan hulu dengan membangun dam, waduk, embung, sehingga ada kolam-kolam retensi untuk mengontrol, mengendalikan, volume air yang bergerak ke arah hilir,” kata Anies. kolam-kolam yang dimaksud ialah melakukan penggalian lubang yang cukup dalam guna penampungan air di setiap rumah maupun perkantoran. Ide tersebut sangat bagus dan sudah di implementasikan di beberapa perkantoran yang ada di DKI Jakarta.
Selain tanggapan-tanggapan yang diberikan oleh pemerintah, masyarakat DKI juga menyampaikan keluh kesahnya pada pemerintah. Namun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendapatkan beberapa pelajaran dari banjir yang melanda Jabodetabek beberapa hari kemarin. BMKG menyebut masyarakat harus mulai percaya prakiraan bencana. “Pelajaran kedua, kita memang perlu beradaptasi menyesuaikan mitigasi, pelajaran penting bagi kami peringatan dini,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati saat memberi sambutan di gedung BPPT, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2020). Banyaknya tanggapan berbeda-beda yang di lontarkan oleh pemerintah, masyarakat dan BMKG menjadi persilangan pendapat.
Sementara itu, Gubernur Anies Baswedan juga mempunyai program andalan yakni naturalisasi sebagai solusi banjir ibu kota. Konsep naturalisasi dituangkan dalam Peraturan Gubernur nomor 31 tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi. Jelasnya, naturalisasi adalah cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau, dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, dan konservasi. Dengan konsep itu, Anies berjanji tidak akan melakukan penggusuran. Selain naturalisasi, gubernur DKI Jakarta Anies juga memperkenalkan idenya dengan konsep drainase vertikal. Konsep ini menerapkan teknologi zero run off. Yaitu Air hujan yang tidak di buang ke selokan, sungai. Atau laut melainkan ditampung dalam tanah sebagai langkah pemanfaatan air dan meminimalisir air yang terbuang keselokan, dan sungai. Strategi itu dilakukan sebagai upaya Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi banjir. Targetnya, akan dibuat 1,8 juta drainase vertikal, kecuali di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu.
Dengan begitu permasalahan banjir yang terjadi dan cukup menyulitkan aktivitas-aktivitas keseharian warga Jabodetabek insyaAllah akan terselesaikan dengan cepat dengan konsep yang tepat.(Eka Windy)