5 Desember 2024

Catatan Pinggir ETMC 2019 Malaka (1-2-3-4) Oleh : herry klau

Spread the love

“Bola Itu Bahasa Universal”

Saya mencoba memulai tulisan berseri ini dengan sebuah kutipan yang diambil dari sebuah buku berjudul “Bola Itu Telanjang” yang ditulis senior saya Dion DB Putra, yang sekarang bertugas di Pulau Dewata Bali.

Dalam sebuah ulasan yang menarik, unik dan khas ada kesimpulan otentik yang terpatri dan tak terbantahkan adalah sekelumit goresan sederhana tentang bola yang universal.

Saya membaca berulang-ulang aksentuasi yang tegas, yang prinsipil dan yang sejajar. Harmonis dan cukup memberikan makna yang mendalam. Bahwa ketika berbicara tentang bola, kita serentak berada pada alur dan lingkaran yang sedang mempersatukan berbagai perbedaan.

Siapapun takkan pernah menyangkal bahwasanya Bola menembus batas ruang dan status. Bola mengalahkan egoisme pribadi.
Bola meruntuhkan idealisme individualis. Bola menerjang tuntas beragam warna, etnis dan bahasa. Dan bola menyeragamkan. Bola itu unik dan sekali lagi bola itu universal. Bola itu umum. Bola itu satu dan masih banyak analogi yang bersentuhan ketika bicara tentangnya.

Mengapa mesti bola. Sama seperti musik yang juga adalah sebuah bahasa universal, berbicara tentang bola semua mata akan tertuju pada 22 orang (entah pria entah wanita) yang sedang merebut bola di atas lapangan hijau ukuran 110 x 75 meter itu.
Berbicara bola, setiap orang dengan fanatismenya sendiri-sendiri akan mendewakan timnya masing-masing yang berjuang berpeluh keringat dan bahkan berdarah-darah untuk satu tujuan final, meraih kemenangan.

Bola sebagai bahasa universal tentunya menjadi paham dan aliran setiap orang yang membacanya.

Saya mengawali catatan pinggir awal ini dengan bola karena 1 bulan lagi, tepatnya bulan Juli 2019 seantero warga Nusa Tenggara Timur, Flobamorata tercinta akan dirasuki ceritera dan kisah tentang bola.
Ceritera dan kisah itu akan berpusat dan melingkar di Rai Malaka sebagai penyelenggara El Tari Memorial Cup 2019, setelah sebelumnya dihelat di Kabupaten Ende 2017 silam

Warga NTT akan dipersatukan di Rai Malaka, Kabupaten bungsu yang berbatasan dengan Republik Demokratik Timor Leste ini. Dalam segala kesederhanaan dan keterbatasan, kabupaten yang dibawah pimpinan Bupati dr. Stefanus Bria Seran, MPH akan menerima tamu-tamu istimewa yang datang dari rahim Nusa Tenggara Timur.
Warga NTT akan berkisah panjang tentang sejarah ETMC yang sudah dihelat sekian tahun. Dan di era milenium ini, Malaka pun akan mendapat kesempatan yang sama seperti kabupaten-kabupaten lainnya berdiri dengan kepala tegak menyelenggarakan turnamen 2 tahunan ini.

Tentunya, persiapan-persiapan menjelang penyelenggaraan turnamen ini sudah dilakukan panitia yang terus merapatkan barisan dari waktu ke waktu, yang terus bekerja tak kenal waktu demi suksesnya hajatan terakbar ini.

Teringat kalimat motivasi Bupati Stefanus Bria Seran untuk menjadikan Malaka sebagai penyelenggara terbaik paling tidak untuk 100 tahun le depan, masyarakat Malaka dan panitia terus berjibaku mengerahkan seluruh kemampuan terbaiknya, untuk menjawabnya.

Lantas, apa saja yang menjadi spirit utama Malaka untuk menjadikan ETMC ini sebagai sejarah panjang yang akan ditulis dengan tinta emas, catatan pinggir selanjutnya akan mengulas tuntas semuanya, hingga satu bulan ke depan. (bersambung)

Catatan Pinggir
Spirit ETMC 2019 Malaka (2)

Oleh : herry klau

“Likurai dan Tebe, Siap Antar Prajurit ke Medan Laga”

Catatan Pinggir sebelumnya tentang Bola yang universal, ada coretan kecil tentang bagaimana bola mempersatukan perbedaan itu. Bagaimana bola menjadi bahasa universal (universal language)

Spirit utama itu dipisah lagi untuk lebih mencermati nilai-nilai integritas yang menjiwai penyelenggaraan ETMC 2019 di Rai Malaka tercinta.

Mengusung tema besar Kekeluargaan dan Persaudaraan, ETMC 2019 di Rai Malaka akan lebih terasa aroma itu.

Budaya Rai Malaka yang sejak dahulu ditanamkan nenek moyang soal kerja sama, gotong royong, berbagi bersama, merasakan bersama akan diterjemahkan langsung masyarakatnya.

Usai mengikuti Turnamen ETMC Juli 2017 di Ende dan selanjutnya ditetapkan Kabupaten Malaka menjadi tuan rumah Penyelenggara ETMC 2019, Bupati Malaka dr. Stefanus Bria Seran, MPH mengatakan Malaka siap menerima sahabat-sahabat dari rahim NTT.

“Datanglah dan kami menunggu dengan segala sesuatu yang ada pada kami. Datanglah dan saudara-saudara akan melihat bagaimana kami akan memperkenalkan Malaka. Datanglah dan kami akan jadi tuan rumah yang baik bagi sahabat-sahabat sekalian” ajak Bupati Stef kala itu.

Ajakan Bupati Malaka itu seyogyanya akan mendapat tempat dan posisi terhormat ketika para peserta tiba di Rai Malaka bulan Juli 2019 nanti.

Saat itu,
Ribuan penari Likurai dan Tebe dalam balutan busana Malaka akan larut bersama peserta dan para tamu meliukkan badan, bergandeng tangan dan menghentakkan kaki sembari berteriak membahana. Pekikan dan lengkingan suara pria dan wanita yang disatukan dalam tarian, akan membuat peserta terlecut semangatnya untuk mendukung timnya, dan para atlet akan termotivasi untuk berperang di lapangan hijau.

Yah……
Likuran dan Tebe akan membumi serentak mengangkasa dengan yel-yel khas masing-masing daerah yang berirama dan bergaung merdu.
Likurai dan Tebe akan berpadu dengan nyanyian kebanggaan masing-masing tim di atas tribun.
Likurai dan Tebe pun akan mengiringi setiap pemberian ucapan selamat dan pengalungan medali kepada para pemenang.

Selebihnya, setiap orang akan mempertahankan kewibawaan dan kehormatannya. Nasionalismenya akan dipertaruhkan untuk merebut supremasi tertinggi, trophy ETMC 2019.

Nuansa gemuruh penari Likurai dibarengi hentakan kaki para penari Tebe akan terus mengiringi 3 tempat pertandingan yang disediakan yakni Stadion Malaka di Raihenek, Kobalima, Lapangan Umum Betun dan Lapangan Misi Besikama.

Panitia pun jauh-jauh hari akan menyiapkan ribuan penari Likurai yang setiap waktu akan memukul gendangnya mengiring setiap tim yang akan masuk ke lapangan dan bertanding, ibarat prajurit yang akan berlaga di medan perang.

Dan setiap mereka yang datang di kandungan Rai Malaka akan menyebut Malaka sebagai kabupaten yang penuh dengan nuansa budaya dan itu akan tercatat dengan tinta emas di lembaran sejarah Rai Malaka. (Bersambung)

Catatan Pinggir ETMC Malaka 2019 (3)
Oleh : herry klau

“Hamata, Spirit Kekeluargaan Sarat Makna”

Semenjak Kabupaten Malaka ditetapkan sebagai penyelenggara El Tari Memorial Cup tahun 2019, euforia untuk melihat dari dekat representasi mini masyarakat Nusa Tenggara Timur perlahan-laham mulai tumbuh.

Perbincangan tentang El Tari Memorial Cup 2019 tak kalah gaungnya dan terdengar ramai di berbagai kalangan dan status sosial. Di pasar, di sekolah, di gereja dan di mana saja, bola dan ETMC jadi trending topik.

Ingatan-ingatan dan memori tentang ETMC sebelumnya mulai menyeruak ke atas permukaan. Kilas balik sejarah ETMC bermain-main di ingatan setiap orang yang berada di pusaran ini. Semangat yang membara, patriotisme yang menggebu, jiwa yang membakar seakan tercurah jadi satu dengan tema utama “El Tari Memorial Cup”

Bagi publik, penyelenggaraan ETMC akan menjadi Pesta Rakyat NTT dengan durasi waktu 1 bulan. Pesta Rakyat yang mau tidak mau melibatkan seluruh komponen. Berbagai dimensi hidup digerakkan dan perputaran mesin aktivitas akan terasa semakin cepat.

Bagi publik juga, Pesta Rakyat ini semakin menandaskan pentingnya sebuah perhelatan yang mesti dimanfaatkan untuk mendapatkan sedikit keuntungan. Semisal, ekonomi kreatif masyarakat sudah barang tentu diminati, pelaku ekonomi dan bisnis membaca peluang mendapatkan uang dan pedagang asongan dan penjaja makanan ringan pun turut menikmati keramaian bersama pembelinya.

Perbincangan lainnya bersinggungan sangat dekat dengan pelaku sepak bola. Setiap kesebelasan jauh-jauh hari sudah mulai mempersiapkan diri dengan membentuk tim yang solid dan bermutu untuk meraih kemenangan. Membaca kelemahan dan kelebihan adalah hal lumrah dalam setiap pertandingan. Memanfaatkan setiap celah yang sangat kecil untuk memperoleh kemenangan pun menjadi kata kunci dari setiap pelatih, pemain dan official.

Satu perbincangan yang tak kalah menarik datang dari pihak penyelenggara. Realitas yang terbaca dari setiap perhelatan akbar seperti ETMC ini pasti melibatkan banyak orang. Ribuan orang akan berjubel dan hadir menyaksikan dan memberikan yel-yel dukungan kepada tim yang akan bertanding di atas lapangan hijau.

Kenyataan inilah yang membuat Pemerintah Kabupaten Malaka di bawah kepemimpinan Bupati dr. Stefanus Bria Seran, MPH bersama jajarannya berpikir untuk menjadikan ETMC 2019 ini sebagai Pesta Rakyat yang tak pernah usai diperbincangkan.

Satu nilai yang akan dieksekusi jelang Pesta Rakyat NTT dua tahunan ini adalah “Hamata”, yang secara harafiah diartikan “mengundang secara lisan”.

Mengapa Hamata menjadi catatan pribadi yang mesti dimasukkan dalam catatan pinggir ini.

Bupati Malaka, dr. Stefanus Bria Seran, MPH pada setiap kesempatan mengaku bahwa sebagai penyelenggara turnamen ETMC 2019, Kabupaten Malaka harus mempersembahkan yang terbaik serentak menjadi yang terbaik. Dan salah satunya, mengundang semua warga NTT untuk datang ke Malaka melalui pemerintah daerahnya masing-masing.

Pertanyaannya, mengapa mesti Hamata?

Filosofi pribadi saya menilai bahwa Hamata menjadi satu kekuatan yang mengikat dengan menjunjung tinggi spirit kekeluargaan.

Hamata juga menjadi nilai kerendahan hati dan keterbukaan untuk datang secara langsung dan menyampaikan kata hati, kepada mereka yang menjadi bagian yang tak terpisahkan.

Hamata pun mengandung makna pengorbanan dan perjuangan untuk datang kepada sahabat-sahabat dan meminta untuk hadir sebagai satu keluarga dalam sebuah perhelatan.

Hamata pun (dalam budaya Malaka) disempurnakan dengan menyuguhkan sirih dan pinang, seraya memohon untuk berkenan hadir, bergerak dan ada bersama-sama sejak awal pesta hingga usainya.

Hamata dalam perspektif dan persepsi pribadi ini menterjemahkan wajah dan keinginan masyarakat agar ETMC 2019 Malaka sukses dan menjadikan turnamen sepak bola ini lebih mempersatukan warga NTT dalam berbagai sisi kehidupan.

Kini, setiap paguyuban masyarakat NTT yang telah terbentuk di Malaka bersama dengan unsur Pemerintah Daerah akan datang ke masing-masing kabupaten untuk Hamata.

Semoga terjemahan dan keinginan ini bisa terwujud hanya dengan nurani bening, hati tulus dan pikiran bersih demi kemajuan Rai Malaka tercinta.

“Nantikan kami datang Hamata di kotamu” (Bersambung)

Catatan Pinggir ETMC 2019 Malaka (4)
Oleh : herry klau

Sentuhan Cinta yang Terkikis di Lapangan Misi Besikama”

……….Ada cinta yang terkikis di sini
Ada asa terpatri di sini
Hanya kau yang tau
Seberapa kuatnya cinta ini……..

Saban hari di tahun 1970-1980, zaman ketika negeri ini masih jauh dari jamahan dan sentuhan pembangunan, ada sebuah arena yang menjadi pusat segala aktivitas.
Arena itu berada di sekeliling wilayah “kekuasaan” para pastor dengan areal yang cukup luas. Ratusan hektar.
Setiap perhelatan, setiap kegiatan yang melibatkan banyak orang, setiap acara yang butuh tempat yang luas pun dilaksanakan di tempat yang sangat terbuka untuk umum ini.

“Waktu kami masih kecil, di tahun 1980-an ketika wilayah Malaka Barat ditimpa kelaparan karena diterjang banjir bandang dan paceklik yang datang setiap tahun, pesawat Hercules yang ditumpangi Menteri Sosial Nani Soedarsono, (Menteri Kabinet Pembangunan IV) mendarat di arena ini dengan membawa bantuan sembako dan peralatan lainnya. Kami semua berdiri dari pinggir jalan dan menonton burung besi. Lapangan itu pun menjadi saksi bisu,” kenang penulis.

Bergeser lagi ke tahun 1990-an, arena ini tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sebuah lembaga pendidikan yang masih yang didirikan tahun 1965 itu masih kokoh, tegak, gagah perkasa di depannya, SMPK St. Isidorus Besikama.

Dan siapa saja, terutama alumni St. Isidorus (pria dan wanita) pasti pernah merasakan betapa arena ini memberikan ceritera yang tak pernah hilang dari ingatan ketika selama 3 tahun mengenyam pendidikan, selalu bermain bola bersama di arena ini.

“Kami lewati hari-hari selama bersekolah dengan bermain bola di sini. Kami benar-benar merasa memilikinya dan punya ikatan emosional yang tinggi dengan arena ini,” kata Efraim Bria Seran, sekarang Camat Malaka Barat.

Bukan hanya anak-anak sekolah, setiap turnamen tarkam (antar kampung), antar desa dan antar kecamatan pun sering sekali dilakukan di tempat ini.

“Setiap pertandingan di sini selalu membawa nuansa kedamaian dan persahabatan, selalu penuh dengan sorak sorai penonton yang berjubel rapi di pinggir lapangan,” kata Yohanes Tahu, seorang mantan pemain asal Umatoos, Malaka Barat.

Ini hanya sekelumit ceritera yang terpotong-potong untuk mendeskripsikan betapa pentingnya arena ini bagi semua orang Besikama, Malaka Barat.

Arena itu disebut Lapangan Misi Besikama, karena dimiliki gereja Paroki Yohanes Babtista Besikama.

Bulan Mei, tahun 2000, saat banjir bandang meluluhlantakkan wilayah Malaka Barat, Lapangan Misi Besikama ibarat areal persawahan yang penuh lumpur dan tidak beraturan sama sekali.

Sejak saat itu hingga tahun 2010 Lapangan Misi Besikama tidak bisa dimanfaatkan dengan baik. Aktivitas persepakbolaan antar desa pun jarang dilakukan karena kondisinya yang rusak dan tidak terlihat sebagai sebuah lapangan pertandingan.

Tahun-tahun belakangan ini, menurut catatan penulis, ketika tak ada lagi banjir karena sudah dibuat tanggul-tanggul perkasa di pinggir DAS Benanain di bawah pemerintahan Bupati dr. Stefanus Bria Seran, MPH dan Wakil Bupati Drs. Daniel Asa (almarhum), Lapangan Misi Besikama berubah menjadi sebuah lapangan pertandingan yang cukup representatif. Lapangan yang sangat memenuhi standar dan kriteria untuk sebuah pertandingan seperti El Tari Memorial Cup. Lapangan yang sangat pantas untuk disiapkan dalam sebuah pertandingan lokal dan regional.

Humus banjir membuat rumput yang tumbuh kembali terlihat sangat beraturan, rapi dan hijau. Jenis rumputnya pun lembut sehingga para pemain pasti merasakan empuknya ketika berjatuhan merebut bola. Rumput yang memanjakan pemain untuk melakukan sliding tanpa takut.

Dan ketika pilihan untuk menjadikan Lapangan Misi Besikama sebagai salah satu lapangan yang akan dijadikan tempat pertandingan El Tari Memorial Cup 2019 banyak orang memberikan apresiasi yang tinggi. Banyak orang salut dan bangga. Pilihan itu tidak salah.
Sehingga takkan pernah keliru, jika salah satu lapangan terbaik di Kabupaten Malaka ini disulap seperti stadion yang memberikan kenyamanan bagi tim yang bertanding.

Pagar keliling yang dicat dengan warna merah dan putih, sebuah panggung di sampingnya untuk penonton VIP semakin menambah cantiknya venue ETMC 2019 ini.

Lapangan Misi Besikama pun akan dijejali pul sepatu para pemain dengan menginjak rumput alamiah nan hijau dan asri. Perpaduan dan corak kostum para pemain yang masuk ke lapangan ini, dipastikan akan semarak sebanding dengan bendera-bendera tim yang terpasang dan lengkingan suara suporternya yang khas.

Tahun 2019, ketika Besikama menyambut para pemain untuk bertanding, wajah ramah masyarakatnya, santunnya tutur kata masyarakatnya, ditambah cantik dan halusnya gadis-gadis desa akan merasuki setiap tim, sehingga ketika kembali ke kotanya masing-masing ada ceritera indah membekas yang dibawa.

Usai pertandingan pun, jangan lupa singgah di pasar Loron-Loron sekadar membeli pisang dan Akabilan yang dijual mama-mama untuk dicicipi. Manisnya beda. Aromanya khas. Itulah Besikama.
Selamat datang di Besikama, kami menunggu dengan sentuhan cinta yang pernah terkikis oleh waktu. (Bersambung)

About Post Author